
Kalau bicara soal Jogja, ada banyak hal yang bikin kangen. Dari suasana Malioboro, alunan musik jalanan, sampai aroma gudeg yang khas. Tapi ada satu hal sederhana yang nggak pernah gagal bikin orang betah—angkringan.
Bayangin malam di Jogja. Jalanan masih rame oleh motor dan becak, tapi di pojok trotoar ada cahaya lampu kecil dari gerobak sederhana. Di situ, uap panas keluar dari ceret gosong, nasi kucing tersusun rapi, dan sate-satean menunggu buat dipanggang. Hangat, akrab, dan selalu bikin penasaran orang yang lewat.
Lebih dari Sekadar Makan Murah
Angkringan memang terkenal dengan harga ramah kantong. Dengan uang receh, kita bisa dapat nasi kucing, tempe goreng, sate usus, sampai segelas teh manis panas. Tapi yang bikin angkringan Jogja istimewa bukan cuma soal murahnya.
Di sini, semua orang duduk bareng tanpa batas. Mahasiswa ngobrol di samping tukang becak, pegawai kantoran satu meja dengan seniman jalanan. Obrolannya ngalir bebas, mulai dari cerita sehari-hari, politik, sampai sekadar guyon receh yang bikin ketawa bareng.
Filosofi Sederhana Angkringan
Ceret gosong di atas bara api bukan sekadar alat masak, tapi simbol kesederhanaan yang hangat. Nasi kucing yang kecil porsinya justru mengajarkan kita tentang kebersamaan—karena nggak mungkin cuma makan satu bungkus. Semua itu bikin angkringan lebih dari sekadar tempat jajan malam, tapi juga ruang sosial yang merangkul siapa saja.
Kenapa Angkringan Selalu Dirindukan?
Banyak wisatawan bilang, “belum ke Jogja kalau belum mampir ke angkringan.” Dan itu ada benarnya. Karena angkringan bukan cuma soal rasa, tapi soal suasana. Duduk di kursi panjang kayu, ngobrol dengan orang asing yang tiba-tiba jadi teman, sambil menyeruput kopi jos yang ngeletik lidah—itulah pengalaman yang nggak bisa digantikan restoran modern.
Penutup: Jogja dan Angkringan, Selalu Melekat
Malam Jogja memang dingin, tapi hangatnya angkringan selalu bisa jadi peluk sederhana buat siapa pun yang mampir. Entah untuk sekadar isi perut, nunggu kawan, atau mencari cerita baru, angkringan selalu terbuka. Dan di situlah letak istimewanya—kesederhanaan yang selalu bikin kita ingin kembali.
Artikel Terbaru
 
					- October 2, 2025
Jathilan: Antara Mistis, Hiburan, dan Tradisi
 
					- September 27, 2025
Pantai Parangkusumo: Harmoni Mistis dan Alam yang Menyentuh Jiwa
 
					- September 23, 2025
